ISO 14064-1 adalah standar internasional yang penting untuk verifikasi emisi gas rumah kaca, terutama di pasar karbon. Standar ini membantu organisasi mengukur, memverifikasi, dan melaporkan emisi secara akurat, memastikan transparansi dan integritas data. Dengan mengikuti pedoman ISO 14064-1, perusahaan dapat mendukung upaya pengurangan emisi global secara efektif.
- Karbon Dioksida (CO₂) – Sumber utama dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas), deforestasi, serta proses industri.
- Metana (CH₄) – Dihasilkan dari pertanian (terutama peternakan), pembuangan limbah organik, serta produksi dan distribusi bahan bakar fosil.
- Dinitrogen Oksida (N₂O) – Berasal dari penggunaan pupuk nitrogen di pertanian, pembakaran bahan bakar, serta proses industri tertentu.
- Gas Fluorinated (HFCs, PFCs, SF₆) – Digunakan dalam pendingin udara, industri elektronik, dan beberapa proses manufaktur lainnya.
Pengelolaan emisi gas rumah kaca (GRK) adalah upaya untuk mengurangi jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.
Emisi GRK dapat menyebabkan pemanasan global, sehingga pengelolaannya menjadi penting untuk mitigasi perubahan iklim.
Berikut adalah beberapa strategi dan upaya yang dapat dilakukan dalam pengelolaan emisi GRK:
1. Pengelolaan Sampah yang Ramah Lingkungan: Menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengelolaan sampah dapat mengurangi emisi GRK.
2. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit: Astra Agro melakukan pemanfaatan kompos limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia, yang dapat melepaskan gas N2O ke udara.
Selain itu, limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang mengandung gas metana (CH₄) dapat dikelola dengan membangun fasilitas methane capture untuk menangkap gas metana tersebut dan memanfaatkannya sebagai sumber energi alternatif.
3. Substitusi Energi: Mengganti penggunaan batubara dengan cangkang kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan dapat mengurangi emisi CO2.
4. Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut: Menjaga areal konservasi dari pembalakan dan kebakaran, melakukan penanaman tanaman hutan pada area konservasi, dan melakukan restorasi lahan mangrove adalah tindakan mitigasi untuk menanggulangi perubahan iklim.
INCAS (Indonesia’s National Carbon Accounting System) memiliki metode standar untuk menduga emisi GRK dari hutan dan lahan gambut.
5. Optimalisasi IPAL: Optimalisasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan mengolah air limbah non kakus dengan menggabungkannya dengan IPAL eksisting atau membangun IPAL baru jika tidak ada dapat menurunkan emisi GRK.
6. Teknologi Ramah Lingkungan: Menerapkan teknologi ramah lingkungan dan inisiatif keuangan berkelanjutan dapat mengurangi emisi GRK.
Salah satu contohnya adalah konversi gas metan menjadi listrik menggunakan Internal Combustion Engine.
7. Pengukuran dan Pelaporan: Melakukan identifikasi dan pemantauan seluruh sumber emisi GRK pada semua kegiatan operasional.
Metode kalkulasi GRK mengacu kepada GHG Protocol Standard, kalkulator GRK ISPO, ISCC guideline dan masukan dari ahli yang relevan.
8. Perhitungan Emisi: Perhitungan emisi GRK membutuhkan data karakteristik dan komposisi sampah yang diperoleh dengan metode load count analysis sesuai dengan SNI 19.
Untuk menghitung emisi gas rumah kaca dapat menggunakan IPCC Guidelines 2006.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, emisi GRK dapat dikurangi secara signifikan, membantu mencapai target penurunan emisi nasional dan global.
Baca Juga : Cara Memilih Badan Sertifikasi ISO yang Tepat untuk Industri Minyak & Gas
Metode Yang Paling Efektif Untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca di TPA
Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), beberapa metode yang paling efektif dapat diterapkan, antara lain:
1. Pengelolaan Sampah Terpadu: Menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA.
Dengan mengurangi volume sampah yang dibuang, emisi GRK dari proses dekomposisi dapat diminimalkan.
2. Komposting: Menggunakan metode komposting untuk sampah organik dapat mengurangi emisi metana (CH₄) yang dihasilkan dari proses dekomposisi anaerob di TPA.
Komposting juga memungkinkan pemanfaatan kembali bahan organik sebagai pupuk.
3. Landfill Mining: Metode ini tidak hanya menata ulang TPA tetapi juga memanfaatkan kembali material yang ada dalam timbunan, termasuk mengekstraksi gas metan.
Landfill mining dapat meningkatkan umur TPA dan mengurangi emisi GRK.
4. Pemanfaatan Gas Metan: Menggunakan teknologi untuk menangkap dan memanfaatkan gas metan yang dihasilkan dari dekomposisi sampah.
Gas metan dapat dikonversi menjadi energi listrik atau digunakan dalam aplikasi lain, sehingga mengurangi dampak lingkungan.
5. Biocover: Menggunakan kompos sebagai tanah penutup (biocover) di landfill untuk meningkatkan oksidasi metan.
Proses ini bergantung pada keberadaan oksigen dan nutrien yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menguraikan metan.
6. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengurangan sampah dan pemilahan di sumber.
Edukasi ini penting untuk mendorong partisipasi aktif dalam pengelolaan sampah yang lebih baik.
7. Teknologi Pengolahan Limbah: Mengimplementasikan teknologi modern seperti sistem pengolahan limbah yang efisien untuk mengurangi emisi selama proses pengelolaan sampah.
Ini termasuk penggunaan teknologi flaring untuk menghancurkan gas metan yang tidak terpakai.
Dengan menerapkan metode-metode ini secara efektif, TPA dapat berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.
Baca Juga : Perdagangan Karbon Di Indonesia Tahun 2025: Sudahkah Perusahaan Anda Siap?
Cara Memanfaatkan Kompos Sebagai Tanah Penutup Landfill Untuk Mengurangi Emisi Gas Metan
Memanfaatkan kompos sebagai tanah penutup di landfill dapat secara signifikan mengurangi emisi gas metan (CH₄) yang dihasilkan dari proses dekomposisi anaerobik.
Berikut adalah langkah-langkah dan prinsip dasar dalam penerapan metode ini:
1. Penggunaan Kompos sebagai Biocover
Kompos, yang dihasilkan dari pengolahan limbah organik, dapat digunakan sebagai lapisan penutup di atas sampah yang sudah terdegradasi.
Material ini berfungsi sebagai media untuk mikroorganisme pengoksidasi metana, yang dapat mengurangi jumlah metana yang dilepaskan ke atmosfer.
Kompos memiliki karakteristik yang mendukung pertumbuhan bakteri metanotrofik, sehingga meningkatkan proses oksidasi metana.
2. Peningkatan Oksidasi Metana
Penerapan kompos sebagai biocover dapat meningkatkan oksidasi metana karena:
a. Permeabilitas Tinggi: Kompos memiliki ruang pori yang lebih besar dibandingkan tanah biasa, yang memungkinkan lebih banyak oksigen tersedia untuk mikroorganisme.
Ini menciptakan kondisi aerobik yang lebih luas, mendukung proses oksidasi metana.
b. Kandungan Nutrisi: Kompos kaya akan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga meningkatkan efisiensi oksidasi.
3. Ketebalan Lapisan Biocover
Penelitian menunjukkan bahwa semakin tebal lapisan biocover dari kompos, semakin tinggi efisiensi dalam mengoksidasi metana.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan massa dan volume media yang tersedia untuk mikroorganisme, serta penyediaan oksigen yang lebih baik.
a. Proses Landfill Mining
Sampah lama di landfill dapat dimanfaatkan melalui proses landfill mining, di mana material lama digali dan diproses menjadi kompos.
Proses ini tidak hanya mengurangi volume sampah tetapi juga menyediakan bahan baku untuk biocover.
b. Implementasi dan Monitoring
Setelah penerapan kompos sebagai tanah penutup, penting untuk melakukan monitoring terhadap kadar gas metan dan kondisi mikrobiologis dalam biocover.
Ini untuk memastikan bahwa proses oksidasi berjalan dengan baik dan mengidentifikasi kebutuhan intervensi lebih lanjut jika diperlukan.
c. Keuntungan Ekonomi dan Lingkungan
Penggunaan kompos sebagai tanah penutup tidak memerlukan biaya tambahan untuk transportasi tanah dari lokasi lain, menjadikannya solusi yang ekonomis dan ramah lingkungan dalam pengelolaan landfill.
Dengan menerapkan metode ini secara efektif, emisi gas metan dari landfill dapat dikurangi secara signifikan, membantu mitigasi perubahan iklim dan meningkatkan keberlanjutan pengelolaan limbah.